Rabu, 7 Agustus 2019. Masjid Jendral Sudirman – Yogyakarta. Malam kali ini Dr. Fahruddin Faiz membawakan tema tokoh-tokoh muda. Pekan pertama diawali dengan membahas sosok aktivis dan demonstran, dia adalah Soe Hok Gie (lahir di Jakarta, 17 Desember 1942 – meninggal di Gunung Semeru, 16 Desember 1969 pada umur 26 tahun) adalah seorang aktivis Indonesia Tionghoa yang menentang kediktatoran berturut-turut dari Presiden Soekarno dan Soeharto.
Sedikit penjelasan pada awal pembahasan kali ini adalah kenapa terjadinya stereotype-stereotype terhadap etnis-etnis tertentu yang terdengan kurang baik. Adalah hasil dari politik penjajah belanda saat itu, istilah ini disebut juga dengan politik segregasi. Konon, saat itu belanda dengan sengaja mempekerjakan etnis Tionghoa sebagai penagih pajak terhadap masyarakat pribumi, ketika hal ini yang berkaitan dengan pajak bermasalah, maka penjajahnya sendiri tidak dirugikan karena yang dipekerjakan ialah orang tionghoa, penjajah dalam hal ini mencari aman.
Profil lebih jelas tentang Soe Hok Gie tidak banyak dibicarakan karena bisa dicari sendiri dan sudah ada filmnya juga. Namun kali ini kita akan melihat sosok Soe Hok Gie versi ngaji filsafat. Artinya, dalam sebuah pembacaan, kita dapat mengambil hikmat, ibrah, pelajaran dengan menggali pikiran-pikiran Soe Hok Gie dalam banyak tulisannya, terutama dalam Catatan Demonstran. Maka – kata Dr. Faiz – jangan heran kemudian jika versi pembacaannya berbeda dengan yang lain, karena ini adalah Sosok Soe Hok Gie Versi Ngaji Filsafat.
Pada slide pertama, diawali dengan sebuah KESADARAN besar yang dibangun oleh Gie, yaitu mempertanyakan; who am I?. Kesadaran ini penting untuk menjelaskan posisi kita sebagai apa dan berfungsi apa dalam kehidupan praksis sehari-hari.
“Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: KEBENARAN.”
Setelah menegaskan institusi diri kita, kemudian apa yang dicapai oleh diri kita tadi, tidak lain adalah sebuah kemerdekaan. Penjelasan lain dari Kemerdekaan adalah ada dua istilah yaitu: Freedom From, artinya bebas dari, merdeka dari, ini dapat juga dicontohkan kita bebas dari penjajahan, bebas dari kemiskinan, bebas dari tekanan. Hal ini bisa dikatakan sulit. Tapi, ada yang lebih sulit yaitu, Freedom For. Lebih sulit karena kita biasanya memang tidak mampu mengutarakan pendapat, tidak mampu berbuat, karena setelah kita bebas dari, kemudian menjadi bingung ketika harus bebas untuk.
KEMERDEKAAN
“Kalau kemenangan revolusi dianggap sebagai tujuan maka Revolusi ‘45 sudah berhasil. Tapi aku kira revolusi itu hanya alat untuk mencapai keadilan dan kemakmuran. Yang terang tidak hanya untuk ekonomi. Dalam penjajahan dulu kita sudah mendapat suatu ekonomi yang baik. Indonesia yang makmur aman dan seterusnya, dan seterusnya. Tetapi Sukarno, Hatta, Sjahrir, Tjipto dan lain-lain menuntut suatu yang tidak hanya perut belaka, melainkan kebebasan dalam arti umum, juga hak untuk menetapkan nasib sendiri”.
“Suatu alat telah kita punyai. Tetapi hal ini bukan berarti tujuan dari revolusi telah terpenuhi. Masih jauh. Kita mencoba merealisasikan ide-ide kemanusiaan yang paling luhur (pengertian saya dalam hal ini juga menjangkau kepada demokrasi, politik, perseorangan, keadilan sosial, penyederhanaan kelas-kelas dan sebagainya) dengan pengakuan kedaulatan”
min.. klo download audionya gmna ya?
BalasHapussudah ada, silahkan cek kembali
Hapus