Media-koentji.site. Rabu, 21 Agustus 2019. Masjid Jendral Sudirman – Yogyakarta. Malam kali ini Dr. Fahruddin Faiz membawakan seorang Tokoh muda yang energik, juga dikenal sebagai seorang yang demokratis, substantif dan inklusif. Adalah K.H. Abdul Wahid Hasjim. Lahir pada tanggal 1 Juni 1914 di Jombang, Jawa Timur. Meninggal pada tanggal 19 April 1938 di Cimahi, Jawa Barat. K.H. Wajid Hasjim adalah Menteri Agama Republik Indonesia pertama masa jabatan dari 30 September 1945 sampai 14 November 1952 pada masa Presiden Soekarno. (Wikipedia).
Kiprah K.H. Wahid Hasyim banyak memberikan kontribusi pada Agama, Negara, Pendidikan, Politik, Kemasyarakatan, NU, dan Pesantren. Pada masanya Wahid Hasyim mengutarakan pemikirannya yang sangat progresif, sehingga dikenal juga banyak kontroversialnya karena ia berpikir dan punya gagasan yang benar-benar berbeda pada masanya. Terutama dalam pendidikan Pesantren. KH. Wahid Hasyim memadukan ilmu-ilmu umum ke dalam Kurikulum Pesantren, juga pun di sekolah-sekolah umum dimasukkan pelajaran-pelajaran Agama. KH. Wahid Hasyim bersama KH. Kahar Muzakkir juga inisiator sekaligus pendiri Perguruan Tinggi. Dari Sekolah Tinggi Islam pada tahun 1945 (STI) berubah menjadi Universitas Islam Indonesia (UII), berkembang menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).
Di bidang politik, KH. Wahid Hasyim juga seorang yang merumuskan 7 kata dalam Sila pertama Pancasila; “Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya” dan mengubahnya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. KH. Wahid Hasyim juga termasuk anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan juga Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Demikian sekilas biografi KH. Wahid Hasyim.
MEMBANGUN KARAKTER
Karakter KH. Wahid Hasyim sangat penting bagi keberhasilan dan kesuksesan yang dicita-citakannya. Berikut adalah – setidaknya – empat karakter yang melekat dalam diri KH. Wahid Hasyim:
· Cinta Tanah Air
ü Mengedepankan kepentingan bangsa dari pada pendapat pribadi
ü Cinta terhadap bahasa. Beliau mencontohkan Hitler dan Chamberlain ketika bernegoisasi menggunakan bahasa negara mereka masing-masing meskipun keduanya sama-sama menguasai bahasa lawannya. Dengan mencintai bahasa merupakan bukti kita mencintai tanah air kita.
· Mandiri & Anti ketergantungan
· Gemar Membaca dan cinta ilmu pengetahuan
ü Penanaman karakter ini beliau contohkan ketika menjadi Kepala Madrasah Nizamiyah. Dia membangun perpustakaan dan berlangganan surat kabar dari berbagai terbitan.
· Religius
KUNCI KEBERHASILAN: CITA-CITA YANG TINGGI
Cita-cita yang tinggi dan angan-angan yang luhur bagi tiap-tiap umat adalah seumpama sinar matahari bagi sembuhnya badan. Sebagaimana telah maklum, satu tubuh yang tidak mendapat sinar matahari yang cukup besar kemungkinan akan dihinggapi oleh ‘engelsche ziekte’ lumpuh dan lemah badan, demikian pun umat yang tidak bercita-cita luhur yang cukup besar, kemungkinannya berpenyakit lumpuh, lemah dan tidak berdaya menghadapi 1001 soal hidup.
Lebih jelasnya silahkan lihat di sini
Mas.. Ada audionya?.. yg bsa di download
BalasHapusoke nanti saya tambahkan di post "Download File Ngaji Filsafat" ya mas
Hapus