Langsung ke konten utama

Ulama yang Disiksa Rezim Penguasa Sampai Ada yang Mati



Mihnah Mu’tazilah Dalam Perspektif Teori Relasi Kuasa Michel Foucault
Oleh: Dr. Fahruddin Faiz
Kekuasaan menjadi akar segalanya, jika penguasa itu baik, maka apa yang dirasakan rakyatnya juga kebaikan-kebaikan, tapi sebaliknya jika penguasa itu melakukan kedzaliman maka akan ada rakyatnya yang dirugikan. Dalam hal ini Fahruddin Faiz meneliti tentang tragedi Mihnah dan hubungannya antara pengetahuan dan penguasa pada saat kekhalifahan Abbasiyah dengan menggunakan kacamata Michel Foucault.
Ketika penguasa mencoba melanggengkan kursi kekuasaannya maka apa yang dapat dilakukan untuk itu rezim penguasa akan melakukannya. Salah satunya adalah dengan menggunakan pengetahuan. Ada beberapa ulama fiqih yang juga pendiri madzhab fiqih yang terdampak kebijakan penguasanya saat itu, sehingga perbedaan pandangan dalam fiqih tidak bisa ditoleransi yang akhirnya Ulama tersebut harus mati di tangan penguasa. Salah satunya adalah Abu Hanifah yang meninggal diracun oleh khalifah Al-Manshur atas kesewenangannya, karena saat itu rezim penguasa atau khalifah berafiliasi dengan aliran mu’tazilah.
Kesibukan dan perkembangan pemikiran Islam pada masa Kekhalifahan Abbasiyah meninggalkan peristiwa yang sangat tragis bagi kaum intelektual muslim itu sendiri. Ketika penguasa mencoba mengontrol satu wajah, satu madzhab, satu pandangan tanpa menerima sudut pandang yang lain, yang terjadi adalah pemaksaan satu madzhab oleh rezin tersebut kepada seluruh lapisan rakyatnya, sehingga terjadilah peristiwa Mihnah.
Mihnah secara etimologi adalah cobaan, ujian atau bala. Mihnah juga sama artinya dengan inquisition yang berarti pemeriksaan keras, cobaan berat dan kesengsaraan. Dapat disebut sebagai peristiwa sejarah di mana terjadinya pada era kekhalifahan Abbasiyah pada saat khalifah al-Ma’mun memegang kekuasaannya. Saat itu juga dapat disebut era kejayaan ditandai dengan masuknya berbagai ilmu pengetahuan dan teologi. Hal ini penguasa berperan dan bermain untuk melanggengkan kekuasaannya dengan modus penyamaan pengetahuan.
Dalam hal ini, Fahruddin Faiz membuat dua pertanyaan penelitiannya yaitu: (1) Bagaimana proses sosial-budaya-politik terjadinya peristiwa mihnah di era Kekhalifahan al-Ma’mun? (2) dan bagaimana fenomena Mihnah Mu’tazilah dalam perspektif  teori Relasi Kuasa Foucauldian?
Seperti telah dijelaskan di atas tentang kronologi peristiwa mihnah, jika di lihat dari kacamata relasi kuasa terdapat suatu kepentingan yang mengatasnamakan keamanan negara dan dikendalikan oleh pihak penguasa. Inilah wacana diskursif yang sengaja dibangun oleh rejim berkuasa. Untuk membentuk suatu wacana diskursif diperlukan beberapa komponen yaitu kekuasaan (power), keinginan (will), disiplin (disciplin) dan rezim (rezim).
Sangat menarik bukan?, silahkan baca lebih lanjutnya di bawah ini 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Download File Ngaji Filsafat Dr. Fahruddin Faiz

Ngaji Filsafat Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag Channel YouTube:  Media Koenjti https://www.youtube.com/c/miftahkoentji Caranya: 1. tekan tombol Ctrl dan klik setiap judul yang ada di bawah ini 2. selanjutnya akan mengarah ke browser pada /pc anda 3. klik download untuk mendapatkan file WinRar 4. jika ada password-nya ialah: “ mediakoentji ” Pengantar Filsafat Pengenalan Epistemologi Epistemologi Teori Kebenaran Skeptisisme Common Sense Epistemologi Sosial Logika Logika II Logika III Hermeneutika Hermeneutika II Ontologi Materialisme Materialisme Historis Idealisme Dualisme Idealisme II Pluralisme Etika Sistem-sistem Etika Egoisme-Altruisme Etika Nikomanea Aristoteles Religious Ethic Ghazali Etika Situasi Dasar-dasar Estetika Teori-teori Estetika Estetika dan Agama Romantisisme Romantisisme II Eksistensialisme Søren Kierkegaard Eksistensialisme Friedrich Nietzsche Eksistensialisme Jean Paul Sartre (No Record) Eksistensi...

Filsafat Cinta Jalaluddin Rumi

FILSAFAT CINTA DALAM JALALUDDIN RUMI Oleh: Dr. Fahruddin Faiz Membicarakan cinta tidak akan ada habisnya, walau zaman telah berubah, waktu telah menjauh ke depan. Cinta memang akan selalu indah pada setiap orang yang sedang dirundung cinta. Cinta itu memiliki nilai universal, aritnya siapa pun di belahan bumi ini akan mengakui cinta itu indah, sebagaimana semua orang menerima kebenaran satu ditambah satu sama dengan dua. Namun, cinta yang abadi itu seperti apa? Cinta yang memiliki nilai transendental – nilai ketuhanan. Dr. Fahruddin Faiz kali ini membahas Filsafat Cinta dalam sudut pandang Syekh Jalaluddin Rumi sang ulama sufi besar dengan karya-karya atau bait-bait cintanya kepada Allah Swt. Syekh Jalaluddin Rumi senang sekali ketika ia akan menemui ajalnya, sampai-sampai muridnya yang menangisi jika sang guru akan pergi meninggal dunia dimarahi Rumi. “kenapa kalian menangisi aku yang akan bertemu dengan kekasih sejatiku?”, “ayo menarilah kalian, bergembiralah, tab...

Falsafah Hidup: Filsafat Pernikahan

FILSAFAT PERNIKAHAN Disarikan dari Ngaji Filsafat yang diampu oleh Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag. Rabu, 31 Juli 2019. Fahruddin Faiz malam ini membahas tema terakhir dari tema Falsafah Kehidupan, yaitu filsafat pernikahan. Di awal membahas bagaimana Islam memberikan status hukum tentang pernikahan atau nikah. Ada lima madzhab yang masyhur atau terkenal memberikan status hukum tentang nikah yaitu: Wajib. Wajib bagi setiap muslim untuk menikah, hukum ini menurut Daud Adz-Dzahiri. Sunnah, bahwa menikah itu sunnah artinya boleh dan mendapat pahala atau ganjaran. Hal ini menurut tiga madzhab yaitu, maliki, Hambali, Hanafi. Mubah. Bahwa menikah itu hukumnya mubah atau boleh saja, sama seperti hukum makan dan minum. Maka jangan heran jika ada beberapa ulama atau ilmuan memilih tidak menikah karena fokus belajar dan menikmati proses mendapatkan ilmu. Dalam kondisi tertentu hukum menikah itu makruh, seperti seseorang yang tidak tahan untuk menyalurkan hubungan biolo...