
Profil Syekh Siti Jenar
San Ali/ Hasan Ali Anshar; Syekh ‘Abdul Jalil (diperoleh di Malaka, setelah menjadi ulama penyebar Islam di sana); Syekh Jabaranta (dikenal di Palembang, Sumatera dan daratan Malaka); Prabu Satmata (Gusti yang nampak oleh mata; nama yang diperkenalkan kepada murid dan pengikutnya); Syekh Lemah Abang atau Lemah Bang (diberikan masyarakat Lemah Abang, suatu komunitas dan kampung model yg dipelopori Syekh Siti Jenar); Syekh Siti Jenar (nama filosofis yg mengambarkan ajarannya tentang sangkan-paran, bahwa manusia secara biologis hanya diciptakan dari sekedar tanah merah dan selebihnya adalah roh Allah; juga nama yang dilekatkan oleh Sunan Bonang ketika memperkenalkannya kepada Dewan Wali, pada kehadirannya di Jawa Tengah/Demak); Syekh Nurjati atau Pangran Panjunan atau Sunan Sasmita (nama dalam Babad Cirebon); Syekh Siti Bang, Syekh Siti Brit; Syekh Siti Luhung (diberikan masyarakat Jawa Tengahan); Sunan Kajenar (dalam sastra Islam-Jawa versi Surakarta baru, era R.Ng. Ranggawarsita); Syekh Wali Lanang Sejati; Syekh Jati Mulya; dan Syekh Sunyata Jatimurti Susuhunan ing Lemah Abang.
MANUNGGALING KAWULA-GUSTI
Kawula dan gusti sudah ada dalam diriku, siang dan malam tidak dapat memisahkan diriku dari mereka. Tetapi hanya saat ini nama kawula-gusti itu berlaku, yakni selama saya mati. Nanti, kalau saya sudah hidup lagi, gusti dan kawula lenyap, yang tinggal hanya hidupku, ketenteraman langgeng dalam Ada sendiri.
Hai Pangeran Bayat, bila kau belum menyadari kebenaran kata-kataku maka dengan tepat dapat dikatakan, bahwa kau masih terbenam dalam masa kematian. Di sini memang banyak hiburan aneka warna. Lebih banyak lagi hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak melihat, bahwa itu hanya akibat pancaindera.
Itu hanya impian yang sama sekali tidak mengandung kebenaran dan sebentar lagi akan lenyap. Gilalah orang yang terikat padanya, tidak seperti Syeh Siti Jenar. Saya tidak merasa tertarik, tak sudi tersesat dalam kerajaan kematian. Satu-satunya yang kuusahakan, ialah kembali kepada kehidupan.
“Pada waktu saya shalat, budi saya mencuri, pada waktu saya dzikir, budi saya melepaskan hati, menaruh hati kepada seseorang, kadang-kadang menginginkan keduniaan yang banyak. Lain dengan Zat Allah yang bersama diriku. Nah, saya inilah Yang Maha Suci, Zat Maulana yang nyata, yang tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat dibayangkan.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 37).
Konsep-Konsep Islam Syaikh Siti Jenar dapat dibaca di bawah ini:
ijin download
BalasHapus