Langsung ke konten utama

Pemukauan Menggunakan Empat Pinggir



Pemukauan Menggunakan Empat Pinggir
Oleh: Kang Asep

Rasulullah saw bersabda,"Cintailah Allah atas nikmat yang telah Allah berikan kepadamu. cintailah aku karena Allah. dan cintai keluargaku karena aku."

Mencintai Allah, Muhammad Rasulullah dan keluarganya adalah keniscayaan bagi muslimin. Dalil-dalilnya secara aqli dan naqli sudah jelas. Dalil naqli berdasarkan nash-nash yang sah. Adapun dalil aqli mesti berdasarkan qiyas (syllogisme) yang benar.

Ada orang yang berkata, "Kita mencintai keluarga Rasulullah saw. dan keluarga Rasulullah saw mencintai Rasulullah. Jadi kesimpulannya kita mencintai Rasulullah saw."

Saya setuju dengan ketiga proposisinya, yaitu :

1. kita mencintai keluarga rasulullah
2. keluarga rasulullah mencintai rasulullah
3. kita mencintai rasulullah

Ketiga proposisi tersebut bernilai benar. Namun yang tidak saya setujui adalah menempatkan proposisi ketiga itu sebagai kesimpulan. Sebab, bila proposisi ketiga itu ditempatkan sebagai kesimpulan, maka menjadi tidak logis, melanggar hukum azas syllogisme yang menyatakan bahwa setiap susun-pikiran hanya boleh terdiri dari tiga term saja. Sedangkan pada ketiga proposisi di atas terdapat empat pinggir (term), yaitu :

1. kita
2. mencintai keluarga rasulullah
3. keluarga rasulullah
4. mencintai rasulullah

Banyak orang terpukau dengan syllogisme empat pinggir ini, kaerna sepintas tampak benar dan logis, padahal berisi kekeliruan. Pada susun-pikiran (qiyas) di atas kebetulan seluruh proposisinya bernilai benar. Namun bila polanya diterima, maka harus diterima pula dalam kasus yang lain. Seperti pada contoh berikut.

contoh 1 :
1. Budi mencintai Shela
2. Shela mencintai Maman
3. Budi mencintai Maman

Dalam kasus ini, kekeliruannya dapat dirasakan.

Contoh 2 :
1. Kamu memukul Badru
2. Badru memukul saya
3. Jadi, Kamu memukul saya

Bagaimana mungkin jika memukul Badru, itu berarti juga memukul saya ? Sudah jelas dan sangat gamblang, bahwa syllogisme yang menggunakan empat pinggir melanggar azas syllogisme dan berpotensi melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang keliru.

Sebagian orang bersikukuh untuk meyakini bahwa syllogisme di atas sah dan logis dan mengurainya menjadi tiga pinggir, agar tidak melanggar hukum azas.

1. Kamu memukul
2. Badru
3. Memukul saya

Katanya, contoh yang demikian itu ada di dalam buku-buku logika ? Buku logika yang mana ? Itu jelas keliru. Lihat ketidak-konsistenannya dalam menguraikan term. Mengapa yang kedua tidak menggunakan term "Badru Memukul", sebagaimana pada pinggir pertama di mana "memukul" dilekatkan pada pinggir pokok?

Salah satu faktor pemicu orang-orang membenarkan susun-pikiran empat pinggir itu dikarenakan banyak susunnan proposisi yang sekilas seperti syllogisme. Contoh 3:

1. saya membawa ember
2. ember itu tempat air
3. saya membawa tempat air

1. Fatimah adalah keluarga Muhammad saw
2. Muhammad saw adalah Nabi
3. Fatimah adalah keluarga Nabi

Masing-masing propsisi di atas bernilai benar, namun itu bukanlah syllogisme, melainkan hanya kumpulan proposisi saja. Karena tidak terdapat pinggir tengah (middle term.) Proposisi kedua tidak menjelaskan predikat pada proposisi pertama, melainkan menjelaskan objeknya. Pola seperti ini tidak dapat dibenarkan karena akan berbenturan dengan system pembagian term. Jika polanya diterima, maka akan terjadi inkosistensi.

1. Budi mencintai Shela
2. Shela itu perempuan
3. jadi Budi mencintai perempuan

Konklusinya tampak logis, berbeda dengan syllogisme pada contoh ke-2. Namun yang ini berarti menempatkan "Shela" sebagai middle term. Jika demikian harus diterima pada subjek dari kalimat pertama adalah "Budi mencintai". Ini jelas keliru. Karena subjek adalah yang diterangkan. dan predikat adalah yang diterangkan. "Shela" bukanlah sesuatu yang menerangkan "Budi". "Mencintai Shela" itulah pinggir yang menerangkan "Budi". Perhatikan kasus berikut.

1. Pendi memiliki anak
2. memiliki anak adalah memiliki keturunan
Semestinya kesimpulan dari kedua proposisi di atas adalah "Pendi memiliki keteurunan". Namun kesimpulan seperti itu tidak dapat terjadi bila yang dinyataman pinggir pokok pada kalimat pertama adalah "Pendi memiliki". Itu berarti kedua proposisi di atas dianggap mengandung empat pinggir. Ini sudah terbukti keliru. Dengan demikian perhatikan kembali contoh ke-3, walaupun tampak benar dan logis, namun pola seperti itu tidak dapat dijadikan sebagai standar sylloigsme, karena akan dapat menimbulkan kekeliruan, menimbulkan inkonsistensi pada aturan syllogisme.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Download File Ngaji Filsafat Dr. Fahruddin Faiz

Ngaji Filsafat Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag Channel YouTube:  Media Koenjti https://www.youtube.com/c/miftahkoentji Caranya: 1. tekan tombol Ctrl dan klik setiap judul yang ada di bawah ini 2. selanjutnya akan mengarah ke browser pada /pc anda 3. klik download untuk mendapatkan file WinRar 4. jika ada password-nya ialah: “ mediakoentji ” Pengantar Filsafat Pengenalan Epistemologi Epistemologi Teori Kebenaran Skeptisisme Common Sense Epistemologi Sosial Logika Logika II Logika III Hermeneutika Hermeneutika II Ontologi Materialisme Materialisme Historis Idealisme Dualisme Idealisme II Pluralisme Etika Sistem-sistem Etika Egoisme-Altruisme Etika Nikomanea Aristoteles Religious Ethic Ghazali Etika Situasi Dasar-dasar Estetika Teori-teori Estetika Estetika dan Agama Romantisisme Romantisisme II Eksistensialisme Søren Kierkegaard Eksistensialisme Friedrich Nietzsche Eksistensialisme Jean Paul Sartre (No Record) Eksistensi...

Filsafat Cinta Jalaluddin Rumi

FILSAFAT CINTA DALAM JALALUDDIN RUMI Oleh: Dr. Fahruddin Faiz Membicarakan cinta tidak akan ada habisnya, walau zaman telah berubah, waktu telah menjauh ke depan. Cinta memang akan selalu indah pada setiap orang yang sedang dirundung cinta. Cinta itu memiliki nilai universal, aritnya siapa pun di belahan bumi ini akan mengakui cinta itu indah, sebagaimana semua orang menerima kebenaran satu ditambah satu sama dengan dua. Namun, cinta yang abadi itu seperti apa? Cinta yang memiliki nilai transendental – nilai ketuhanan. Dr. Fahruddin Faiz kali ini membahas Filsafat Cinta dalam sudut pandang Syekh Jalaluddin Rumi sang ulama sufi besar dengan karya-karya atau bait-bait cintanya kepada Allah Swt. Syekh Jalaluddin Rumi senang sekali ketika ia akan menemui ajalnya, sampai-sampai muridnya yang menangisi jika sang guru akan pergi meninggal dunia dimarahi Rumi. “kenapa kalian menangisi aku yang akan bertemu dengan kekasih sejatiku?”, “ayo menarilah kalian, bergembiralah, tab...

Falsafah Hidup: Filsafat Pernikahan

FILSAFAT PERNIKAHAN Disarikan dari Ngaji Filsafat yang diampu oleh Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag. Rabu, 31 Juli 2019. Fahruddin Faiz malam ini membahas tema terakhir dari tema Falsafah Kehidupan, yaitu filsafat pernikahan. Di awal membahas bagaimana Islam memberikan status hukum tentang pernikahan atau nikah. Ada lima madzhab yang masyhur atau terkenal memberikan status hukum tentang nikah yaitu: Wajib. Wajib bagi setiap muslim untuk menikah, hukum ini menurut Daud Adz-Dzahiri. Sunnah, bahwa menikah itu sunnah artinya boleh dan mendapat pahala atau ganjaran. Hal ini menurut tiga madzhab yaitu, maliki, Hambali, Hanafi. Mubah. Bahwa menikah itu hukumnya mubah atau boleh saja, sama seperti hukum makan dan minum. Maka jangan heran jika ada beberapa ulama atau ilmuan memilih tidak menikah karena fokus belajar dan menikmati proses mendapatkan ilmu. Dalam kondisi tertentu hukum menikah itu makruh, seperti seseorang yang tidak tahan untuk menyalurkan hubungan biolo...