Langsung ke konten utama

Filsafat Islam: Imam Al-Ghazali sang Hujjatul Islam



Oleh Dr. Fahruddin Faiz
Profil Imam Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazzali Ath-Thusi Al-Syafi’i. Lahir pada tahun 1058 M dan meninggal pada Tahun 1111 M. Imam Al-Ghazali beraliran Sunni Asy’ari dan bermadzhab Syafi’i. Keilmuannya meliputi bidang Teologi, Filsafat Islam, Fikih, Sufisme, Mistisisme, Psikologi, Logika dan Kosmologi.
Karya Imam Al-Ghazali di bidang tasawuf adalah Ihya Ulumuddin, Kimiya As-Sa’adah, Misykah Al-Anwar. Karya dalam bidang filsafat ada Maqasid Al-Falasifah dan Tahafut Al-Falasifah. Karya dalam bidang logika adalah Mi’yar al-Ilm, Al-Qistas Al-Mustaqim, Mihakk An-Nazar fi Al-Mantiq dan Al-Munqidz Min Al-Dhalal. Sebenarnya masih banyak lagi karyanya yang tidak disebutkan.
Imam Al-Ghazali sangat giat dalam mencari ilmu. dalam perjalanan pengembaraan keilmuannya, Imam Al-Ghazali sangat ahli dalam bidang filsafat dan logika. Namun, pada suatu saat ia memberikan ceramah di suatu majlis, ada Adiknya Imam Al-Ghazali, Muhammad mengatakan: “wahai Batu Asah! Sampai kapan Engkau menajamkan orang lain? Sedangkan engkau sendiri juga perlu diasah”. Perkataan adiknya ini membuat Imam Al-Ghazali tidak bisa mengatakan apa-apa di depan murid-muridnya. Al-Ghazali menemukan kebuntuan, menemukan keraguan yang berkepanjangan yang juga disebut skeptis. Keraguannya mempertanyakan kebenaran apa bisa dicapai melalui Indera, Akal atau Aksioma. Sampai akhirnya Imam Al-Ghazali memutuskan untuk pergi mengembara atau uzlah meninggalkan Universitasnya, meninggalkan kampung halamannya.

Perjuangan Mengatasi Keraguan Imam Al-Ghazali

Dalam mengatasi keraguannya ini, Imam Al-Ghazali menyelami samudra Ilmu kalam atau logika. Dapatkah menyembuhkan seseorang dari keraguan? Ilmu kalam tidak berguna bagi mereka yang menganut kebebasan berpikir yang sejati. Ilmu Kalam juga tidak menghalangi seseorang dari bahaya keraguan oleh argumentasi, namun ilmu kalam menemui kebuntuan dalam alam pikir Al-Ghazali, tidak dapat memuaskan dan juga tidak menenangkan.
Dalam mengatasi keraguannya ini, Imam Al-Ghazali juga menyelami samudra filsafat. Keunggulannya ada dalam ranah natural, matematika dan astronomi. Filsafat tidak bisa menjangkau kebenaran absolut di luar ranah natural akal dan panca indera. Di level metafisika, filsafat kehilangan jangkauannya sehingga filsafat juga tidak memuaskan bagi kegalauan Imam Al-Ghazali.
Perjuangan selanjutnya mencoba menyelam ke dalam Batiniyah dari tradisi Syi’ah. Melalui ini juga tidak dapat diandalkan, karena pengalaman keagamaan yang tidak dapat dikomunikasikan menjadi mungkin melalui otoritas Imam. Untuk menemukan kebenaran yang absolut memerlukan satu otoritas yang pasti, sehingga Imam Al-Ghazali tidak dapat menemukannya sendiri padalah Seorang Imam (dalam tradisi Syi’ah juga tidak memiliki sandaran yang kuat selain kepada dirinya sendiri.
Perjuangan mengatasi keraguannya berlabuh pada daratan Sufisme. Imam Al-Ghazali menilai tasawuf memiliki semangat populisme Islam, tidak ada agama manusia yang secara esensial berbeda. Selain itu juga bahwa pengalaman ketuhanan ini universal dan oleh manusia dapat ditemukan. Caranya atau metodenya adalah melalui epistemologi Huduri karena lebih meyakinkan bagi Imam Al-Ghazali.
Menurut Imam Al-Ghazali bahwa dimensi alam atau realitas ini – sebagai objek ilmu – memiliki empat dimensi. Pertama; ‘Alam al-Mulk wa al-Syahadah atau dunia fisik. Kedua, ‘Alam Jabarut atau Dunia Proses Mental. Ketiga; ‘Alam Al-Amr wa Al-malakut atau Dunia Metafisika. Keempat; adalah ‘Alam Lahut atau al-Hadrah Al-Rububiyyah atau Realitas Mutlak. Dalam dan hasil dari keraguan atau skeptisismenya menghasilkan teori-teori yang sangat transendental sehingga dengan teori itu kita dapat juga mengalami ke dimensi metafisika.
Dan dalam kegalauan Imam Al-Ghazali ini juga menghasilkan buah pikiran yaitu metode Analisis untuk mencari kebenaran yang sejati. Metode analitiknya adalah mulai dari ‘ilmu ke i’tiqad, ke zann, ke Syakk, ke Wahm, sampai ke Jahl. Dan hasil dari keraguannya ini juga menemukan teori menuju alam hakikat dengan dua cara, pertama cara para ulama yaitu dengan belajar. Kedua, yaitu dengan jalan atau cara sufiyah atau tasawuf. Kedua jalan tersebut diyakini akan menemukan realitas yang sejati.


Diringkas Oleh: Bang Koentji
Lebih lanjut makalah Filsafat Islam tentang Imam Al-Ghazali di bawah ini:



cek juga video Ngaji Filsafat edisi Imam Al-Ghazali di bawah ini



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Download File Ngaji Filsafat Dr. Fahruddin Faiz

Ngaji Filsafat Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag Channel YouTube:  Media Koenjti https://www.youtube.com/c/miftahkoentji Caranya: 1. tekan tombol Ctrl dan klik setiap judul yang ada di bawah ini 2. selanjutnya akan mengarah ke browser pada /pc anda 3. klik download untuk mendapatkan file WinRar 4. jika ada password-nya ialah: “ mediakoentji ” Pengantar Filsafat Pengenalan Epistemologi Epistemologi Teori Kebenaran Skeptisisme Common Sense Epistemologi Sosial Logika Logika II Logika III Hermeneutika Hermeneutika II Ontologi Materialisme Materialisme Historis Idealisme Dualisme Idealisme II Pluralisme Etika Sistem-sistem Etika Egoisme-Altruisme Etika Nikomanea Aristoteles Religious Ethic Ghazali Etika Situasi Dasar-dasar Estetika Teori-teori Estetika Estetika dan Agama Romantisisme Romantisisme II Eksistensialisme Søren Kierkegaard Eksistensialisme Friedrich Nietzsche Eksistensialisme Jean Paul Sartre (No Record) Eksistensialis

Free Download Kitab-Kitab Ulama Nusantara

KH. Hasyim Asy'ari PDF FREE DOWNLOAD Koleksi Kitab-kitab Ulama Haramain dan Nusantara KH. Hasyim Asy’ari: Pengabdian Seorang Kyai untuk Negeri Siyar wa Tarajim Imta’u Fudlala Nastr al-Jawahir al-A’lam Zirikli Rihlah Ibnu Batutah Faidl Malik Wahhab A’lam al-Makkiyin dan puluhan kitab lainnya UNDUHFILE-NYA DI SINI

Falsafah Hidup: Filsafat Pernikahan

FILSAFAT PERNIKAHAN Disarikan dari Ngaji Filsafat yang diampu oleh Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag. Rabu, 31 Juli 2019. Fahruddin Faiz malam ini membahas tema terakhir dari tema Falsafah Kehidupan, yaitu filsafat pernikahan. Di awal membahas bagaimana Islam memberikan status hukum tentang pernikahan atau nikah. Ada lima madzhab yang masyhur atau terkenal memberikan status hukum tentang nikah yaitu: Wajib. Wajib bagi setiap muslim untuk menikah, hukum ini menurut Daud Adz-Dzahiri. Sunnah, bahwa menikah itu sunnah artinya boleh dan mendapat pahala atau ganjaran. Hal ini menurut tiga madzhab yaitu, maliki, Hambali, Hanafi. Mubah. Bahwa menikah itu hukumnya mubah atau boleh saja, sama seperti hukum makan dan minum. Maka jangan heran jika ada beberapa ulama atau ilmuan memilih tidak menikah karena fokus belajar dan menikmati proses mendapatkan ilmu. Dalam kondisi tertentu hukum menikah itu makruh, seperti seseorang yang tidak tahan untuk menyalurkan hubungan biolo