Oleh Dr. Fahruddin Faiz
Al-Farabi nama aslinya adalah Abu Nasir Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah al-Farabi. Dikenal juga sebagai Alpharabius, Al-Farabi atau Farabi atau Abenasir. Al-Farabi adalah Ilmuan, cendekiawan Muslim dan juga Filosof Islam dari Farab, Kazakhstan. Al-Farabi hidup pada tahun 870 sampai 950, usianya genap 80 tahun. Al-Farabi juga dikenal sebagai guru kedua setelah Aristoteles, karena kepandaiannya dalam memahami karya-karya filsafat Aristoteles yang dikenal sebagai guru pertama dalam ilmu filsafat.
Al-Farabi hidup pada masa kekhalifahan Dinasti Abbasyiah yang monarki. Al-Farabi lahir di masa kekhalifahan Mu’tamid (869-892 M) dan meninggal pada masa kekhalifahan Al-Muthi (946-974 M). Kondisi politik saat itu tidak stabil hal inilah juga disebut periode paling kacau, namun tidak mematahkan Al-Farabi untuk melanjutkan pengembaraan dalam pencarian ilmunya. Dari Turki ke Bagdad, kemudian ke Syria, kemudian berakhir di Damaskus.
Kepakaran Al-Farabi tidak hanya dalam bidang Ilmu Filsafat, juga banyak di bidang ilmu-ilmu lainnya. Dalam filsafat Al-Farabi mampu menggabungkan dan mengharmoniskan antara Agama dan Filsafat. Kemudian juga dalam banyak hal memberikan banyak solusi terhadap berbagai masalah dalam keagamaan dengan logika. Contohnya adalah; sumber perpecahan umat terutama dalam hal Bayani & Irfani, solusinya adalah Burhani yaitu logika demonstratif. Argumentasi yang dibangun melalui premis-premis dalam ilmu logika akan menghasilkan konklusi yang benar tanpa memerlukan pihak lain (teks atau entitas transendental). ‘irfan dalam pemikiran Al-farabi peting, namun ‘irfan menurut al-farabi berada pada tataran hasil penalaran. Seorang filosof hanya akan mendapatkan ilham dari Tuhan sesudah melakukan penalaran secara matang, jadi pelakunya tidak pasif seperti dalam logika laduniyah.
Banyak tema atau gagasan Al-farabi yang – setidaknya – dapat dijelaskan di sini misalnya; tentang masalah Metafisika dan rasionalitasnya. Teori Emanasi dan Rasionalitas emanasi. Hierarki Emanasi dan Rasionalitasnya. Tentang Jiwa dan daya dalam Jiwa. Tentang Filsafat Kenabian. Tentang Fitrah Sosial Manusia – ini masuk ke dalam ilmu sosiologi. Tentang Negara dan Jenis Negara. Negara dan klasifikasi Negara Bodoh. Tentang delapan tingkat kehidupan Manusia. Dan tentang kepala negara yang ideal dan dua belas, 12 ciri pemimpin yang ideal.
Yang paling ideal sebagai Kepala Negara adalah Nabi/Rasul atau filosof. Selain tugasnya mengatur Negara, juga sebagai pengajar dan pendidik terhadap anggota masyarakat yang dipimpinnya. Kalau tidak ada sifat-sifat Kepala Negara yang ideal ini, maka pimpinan Negara diserahkan kepada seorang yang memiliki sifat-sifat yang dekat dengan sifat-sifat yang dimiliki Kepala Negara ideal. Sekiranya sifat-sifat dimaksud tidak pula terdapat pada seseorang, tetapi terdapat dalam diri beberapa orang, maka Negara harus diserahkan kepada mereka dan mereka secara bersama harus bersatu memimpin masyarakat.
Lebih lanjut makalah Filsafat Islam di bawah ini
Komentar
Posting Komentar