Oleh: @Kang Asep
Reputasi Logika di kalangan para ahli matematika dan sains itu gemilang. Dalam bidang penelitian, logika berperan dalam merumuskan masalah dan membuat berbagia hipotesa. Adapun di kalangan mayoritas debater, logika itu memiliki reputasi yang buruk.
Reputasi Logika di kalangan para ahli matematika dan sains itu gemilang. Dalam bidang penelitian, logika berperan dalam merumuskan masalah dan membuat berbagia hipotesa. Adapun di kalangan mayoritas debater, logika itu memiliki reputasi yang buruk.
Hal ini disebabkan para ahli logika telah menetapkan aturan yang rumit untuk dapat menyatakan apakah suatu pendapat itu logis atau tak-logis. Bersamaan dengan itu muncul banyak kecurigaan, bahwa aturan berpikir yang rumit tadi dijadikan sebagai alat tipu-tipu untuk mengelebaui dan memanfatkan ketidaktahuan orang awam. Karena reputasi buruk seperti ini, maka logicer diharapkan berhati-hati dalam menerapkan teori-teori logika dalam kegiatan diskusi atau perdebatan dengan cara memperhatikan sejauh mana lawan bicara kita memahami aturan-aturan logika di dalam menyampaikan pendapat.
Memelihara reputasi baik logika dapat dilakukan dengan cara menggunakan jalan tengah argumen. Jika kita menggunakan argumen yang terlalu sederhana, maka akan disepelekan lawan bicara. Jika kita menggunakan argumen yang terlalu rumit, maka sulit dimengerti. Jika sulit dimengerti, maka logika - hukum yang bekerja pada argumen - akan mendapatkan reputasi yang buruk. Karena sulit dipersepsi tidak menyenangkan. Hal yang tidak menyenangkan dipersepsi sebagai sesuatu yang buruk dan salah. Semakin sulit sesuatu dimengerti, maka akan semakin dipersepsi sebagai hal buruk. Jika sesuatu terasa semakin buruk, maka akan terasa semakin salah. Ini kondisi yang terjadi pada mayoritas orang. Jika kita menggunakan jalan tengah argumen, yang tidak terlalu sederhana, juga tidak terlalu rumit untuk dimengerti, maka logika akan mendapatkan reputasi yang baik.
Argumen yang cantik dibingkai oleh premis dan kesimpulan. Argumen yang buruk yang berisi kesimpulan yang diulang-ulang tanpa ada penjelasan premis-premisnya. Saya mendapati pendebat yang secara berulang-ulang berkata pada lawan-lawan bicaranya "kamu adalah tolol". Ini tidak tampak sebagai argumen, melainkan lebih seperti mencela dan akan dipersepsi sebagai hal yang buruk dan salah. Namun sebenarnya pernyataan tadi merupakan kesimpulan yang akan menjadi argumen yang cantik bila dijelaskan premis-premisnya, kenapa tolol dan apa itu tolol ? Namun orang yang tidak tahu cara berargumen, akan terus mengatakan kesimpulan yang sama tanpa premis, walaupun untuk sepuluh tahun yang akan datang.
Sebagian orang berkata,"Saya hanya ingin menyampaikan kesimpulannya saja dan tidak ingin menjelaskan premis-premisnya. Ini hanya kesimpulannya, premisnya kamu cari dan temukan sendiri. sehingga bisa jadi kebenaran kesimpulan ini baru kamu mengerti setelah beberapa tahun yang akan datang." Boleh dan sah-sah saja, orang menyampaikan suatu kesimpulan tanpa premisnya, dan bukan berarti tidak berguna. Namun argumen menjadi tampak tidak cantik. dan bila itu dilakukan oleh seorang logicer, maka hancurlah reputasi logika. Yang kita butuhkan itu bukan hanya suatu kesimpulan,melainkan juga premis-premisnya, sehingga dapat melihat apakah premis dan kesimpulannya itu benar, dan apakah argumennya valid.
Komentar
Posting Komentar