Langsung ke konten utama

Syaikh Abu Yazid Al-Busthami: Melampaui Tuhan

Oleh: Kyai Kuswaidi Syafi’i
Pengasuh Pondok Pesantren Maulana Rumi, Sewon Bantul-Yogyakarta

"MELAMPAUI TUHAN"

الهي، ملكي اعظم من ملكك

Kalimat di atas diungkapkan oleh salah seorang sufi agung, Syaikh Abu Yazid al-Busthami (wafat pada 875 M) ketika beliau bersemayam di puncak bukit spiritualitasnya. Dalam keadaan sepenuhnya merasakan dan menikmati Allah Ta'ala di atas kenikmatan segala sesuatu yang lain.
Ungkapan yang oleh sebagian sufi dipandang sebagai kalimat syathahat itu mengindikasikan adanya suatu pemaknaan bahwa apa yang direngkuh, dimiliki dan "dikuasai" oleh Syaikh Abu Yazid jauh lebih besar dan agung ketimbang segala sesuatu yang direngkuh, dimiliki dan "dikuasai" oleh Allah Ta'ala.

Orang yang hanya terbiasa dengan logika fiqih semata bisa dibikin kerepotan oleh kalimat mabuk di atas. Bahkan sangat mungkin dia melakukan tindakan nekat dengan mencemplungkan pengucapnya ke dalam jurang terdalam kekufuran. Atau menyandingkan Syaikh Abu Yazid dengan Firaun di puncak kesombongan yang bangsat.



Kalimat di atas tidak bisa secara langsung ditelan. Ia harus disingkap dan diletakkan pada logika dan model pemahaman yang semestinya. Ia menunjuk pada posisi yang berhadap-hadapan antara seorang hamba dengan Tuhannya di mana di antara keduanya saling terfokus.

Allah Ta'ala yang terlebih dahulu mencintai Syaikh Abu Yazid, lalu dengan penuh kesungguhan dan ketulusan si sufi dari Bushtam itu belajar meniru cintaNya sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh sebuah ayat: يحبهم ويحبونه

Ketika dengan sepenuh cinta ilahiat Syaikh Abu Yazid merasa memiliki kekasih satu-satunya yang tidak lain adalah Rabbul'alamin, muncullah kemudian kalimat sakral tersebut. Yaitu, beliau merasa memiliki Allah Ta'ala yang sangat terlampau agung untuk dibandingkan dengan apa pun. Sementara Allah Ta'ala "hanya" memiliki kekasihNya itu, Syaikh Abu Yazid, yang di hadapan kemahaan hadiratNya tak lebih dari sebutir debu yang sangat hina.

Wallahu a'lamu bish-shawab.

Sumber: https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=2398347980401734&id=100006796668730

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Download File Ngaji Filsafat Dr. Fahruddin Faiz

Ngaji Filsafat Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag Channel YouTube:  Media Koenjti https://www.youtube.com/c/miftahkoentji Caranya: 1. tekan tombol Ctrl dan klik setiap judul yang ada di bawah ini 2. selanjutnya akan mengarah ke browser pada /pc anda 3. klik download untuk mendapatkan file WinRar 4. jika ada password-nya ialah: “ mediakoentji ” Pengantar Filsafat Pengenalan Epistemologi Epistemologi Teori Kebenaran Skeptisisme Common Sense Epistemologi Sosial Logika Logika II Logika III Hermeneutika Hermeneutika II Ontologi Materialisme Materialisme Historis Idealisme Dualisme Idealisme II Pluralisme Etika Sistem-sistem Etika Egoisme-Altruisme Etika Nikomanea Aristoteles Religious Ethic Ghazali Etika Situasi Dasar-dasar Estetika Teori-teori Estetika Estetika dan Agama Romantisisme Romantisisme II Eksistensialisme Søren Kierkegaard Eksistensialisme Friedrich Nietzsche Eksistensialisme Jean Paul Sartre (No Record) Eksistensi...

Logika 2: Kesalahan-Kesalahan Logika (Logical Fallacy)

Logika 2: Kesalahan-Kesalahan Logika (Logical Fallacy) Oleh: Fahruddin Faiz Sering kali kita terpukau oleh opini seseorang yang mengungkapkan pendapatnya dengan semangat. Dengan mengutip tokoh-tokoh besar seperti ilmuan, publik figur dan seterusnya. Tapi apakah omongannya selalu benar secara logika? Cek slide di bawah ini tentang kesalahan-kesalahan logika dalam setiap mode berpikir. Ada dua jenis pelaku atau golongan dalam sejarah Yunani kuno yang sengaja atau tidak sengaja melakukan kesalahan berlogika. Pertama adalah golongan sofis yaitu golongan yang secara sengaja melakukan kesalahan dalam berfikir, dengan tujuan untuk mengubah opini demi mencapai tujuan tertentu di luar kebenaran. kedua, Golongan Paralogi yaitu golongan yang melakukan kesalahan berpikir namun tidak menyadari kekeliruan dan akibat dari pemikirannya karena selalu menganggap dirinya benar. Berikut adalah contoh-contoh pernyataan yang salah dalam mengambil kesimpulan; Mengingkari anta...

Filsafat Islam: Al-Farabi sebagai Guru Kedua

Oleh Dr. Fahruddin Faiz Al-Farabi nama aslinya adalah Abu Nasir Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah al-Farabi. Dikenal juga sebagai Alpharabius, Al-Farabi atau Farabi atau Abenasir. Al-Farabi adalah Ilmuan, cendekiawan Muslim dan juga Filosof Islam dari Farab, Kazakhstan. Al-Farabi hidup pada tahun 870 sampai 950, usianya genap 80 tahun. Al-Farabi juga dikenal sebagai guru kedua setelah Aristoteles, karena kepandaiannya dalam memahami karya-karya filsafat Aristoteles yang dikenal sebagai guru pertama dalam ilmu filsafat. Al-Farabi hidup pada masa kekhalifahan Dinasti Abbasyiah yang monarki. Al-Farabi lahir di masa kekhalifahan Mu’tamid (869-892 M) dan meninggal pada masa kekhalifahan Al-Muthi (946-974 M). Kondisi politik saat itu tidak stabil hal inilah juga disebut periode paling kacau, namun tidak mematahkan Al-Farabi untuk melanjutkan pengembaraan dalam pencarian ilmunya. Dari Turki ke Bagdad, kemudian ke Syria, kemudian berakhir di Damaskus. Kepakaran Al...