Langsung ke konten utama

Posisi Perbedaan antara Siswa, Pelajar Dan Murid



Posisi Perbedaan antara Siswa, Pelajar Dan Murid

Para guru di sekolah pelru menyajikan materi ajar dengan cara yang menarik, sehingga menumbuhkan minat dan semangat siswa untuk menyimak dan belajar. Ketika prestasi siswa rendah, semestinya guru itu introspeksi diri, apa yang salah dalam metoda mengajarnya dan bukan menyalahkan para siswa. Dia harus menyadari bahwa kegagalan prestasi siswa adalah kegagalannya dalam mengajar. Seperti ini pula prinsip yang saya pegang selama saya mengajar di SD, SMP, SMA dan SMK.
Pada mulanya, saya sering jengkel dan menyalahkan para siswa, ketika prestasi mereka rendah. Namun seorang kawan sesama guru memberi saya pengertian, bahwa ketika prestasi siswa rendah, maka pertama kali yang harus merasa malu adalah gurunya itu sendiri, karena berarti telah gagal mengajar. Setelah itu, saya berpikir bahwa tugas utama seorang guru adalah membantu para siswa mengembangkan minat. Karena bila seorang siswa telah benar-benar berminat pada suatu mata pelajaran, maka dia sendiri yang akan mencari jalannya, bagaimana cara agar mengerti, dan siswa ini layak disebut "murid". Sedangkan bila seorang siswa tidak menaruh minat pada suatu mata pelajaran, maka celah-celah untuk dapat mengerti itu tertutup sudah. Dia harus terus belajar sehingga minatnya bertumbuh kembang. Dia ini belum mencapai status murid, melainkan hanya pelajar.
Syarat bagi seseorang untuk dapat disebut murid adalah telah benar-benar minat. Kata Abu Zahra, murid itu sendiri berasal dari bahasa Arab yang artinya "yang berkehendak". Ilmu hanya diberikan kepada murid, yaitu yang sungguh menginginkannya. Abu Zahra berkata,"Seseorang harus menjadi murid sebelum menjadi pelajar". Saya bertanya, apa bedanya murid dengan pelajar ? Abu Zahra menjawab, "Pelajar itu hanyalah orang yang belajar, adapun murid itu adalah orang yang bersungguh-sungguh menghendaki ilmu tersebut." Dan dari beberapa tulisan Abu Zahra, saya dapat menyimpulkan bahwa yang namanya murid adalah orang yang sangat berkehendak Allah SWT. memberi cahaya di dalam jiwanya, yang dengan cahaya itu dia dapat melihat ilmu.
Siswa, Murid dan Pelajar. Dulu saya menganggapnya sama. Sekarang saya memahami sebagai hal yang berbeda. Siswa itu adalah orang yang dibimbing oleh guru dalam suatu bidang ilmu, jika siswa tersebut menekuni ilmu yang diajarkan oleh gurunya, maka dia itu bukan hanya siswa tapi juga pelajar. Sedangkan bila dia sungguh berminat untuk mempelajari ilmu tersebut dari seorang guru, maka dia itu siswa, pelajar dan juga murid. Para guru membimbing siswanya agar menjadi murid dengan "ujian kehendak". Hal ini biasa dilakukan oleh para guru tarekat. Contohnya Sunan Malik Ibrahim yang menitipkan tongkatnya pada Raden Syahid. Karenan Raden Syahid sungguh menginginkan Allah memberinya cahaya melalui ilmu yang akan diajarkan oleh sunan Malik Ibrahim, maka sunan Kalijaga tidak bergeming dari pinggil kali untuk menunggui tongkat itu. Ini adalah ujian kehendak.

Saya ingat, ketika saya berkehendak untuk mempelajari ilmu logika, saya mencarinya ke berbagai pelosok kampung mencari guru, hingga saya tinggal di pesantren dengan harapan diajarkan ilmu mantiq (ilmu logika). Saya tidak punya uang untuk membayar biaya pesantren, sehingga harus membayarnya dengan tenaga saya. Pukul 3 pagi saya harus sudah bangun, mencuci pakaian, mencuci piring, mengepel seluruh ruangan pesantren dan memasak. Setelah adzan shubuh, barulah mengaji di madrasah, belajar ilm nahwu, sharaf, fiqih, dll, hingga pukul delapan pagi. Sementara santri lainnya pergi beristirahat, saya memikul cangkul pergi ke sawah atau ladang untuk mencangkul hingga tengah hari. Setelah shalat dhuhur, saya mencari kayu bakar di hutan. selepas ashar, saya mengaji kembali di madrasah hingga pukul 10 malam.
Setelah tujuh bulan, saya tidak kunjung diajarkan ilmu yang diinginkan tersebut. Saya kecewa dan akhirnya meninggalkan pesantren dan mencari pesantren lain yang di situ ada guru yang mengajarkan ilmu mantiq dan berjumpa lah dengan seorang guru di suatu kampung di kaki gunung Manglayang. Saya mulai mengaji seminggu 3 kali. Tidak ada kendaraan, saya pergi dengan berjalan kaki melewati kebun kebun yang gelap, sejauh 5 km. Di beberapa tempat suasananya sangat gelap gulita karena cahaya bintang terhalang oleh rimbunnya pohon-pohon bambu. Tapi saya menjalaninya untuk mendapatkan satu atau dua bab kajian ilmu mantiq, karena saya sungguh menginginkannya. Sampai akhirnya berjumpa dengan para ahli lain, serasa saya memperoleh hadiah yang begitu berharga.
Itulah gambarannya bila kita sungguh berminat pada suatu bidang ilmu. Berbeda bila saya ditawari ilmu yang saya sungguh berminat untuk mempelajarinya. Beberapa orang pendeta dari jauh sering datang ke rumah saya, mereka bersedia mengajarkan ilmu al kitab kepada saya. Saya menyambut mereka dengan baik dan saya bersedia belajar hingga satu setengah tahun lamanya. Tapi ketika mereka berhenti datang, saya pun tidak mencarinya. Di situ saya hanya sebagai pelajar, siswa yang dibimbing oleh para pendeta, tapi saya bukanlah murid mereka.
Gambaran lainnya, mertua saya seorang ahli dalam bahasa Inggris.Ketika saya ditanya, "Apakah kamu berminat belajar bahasa Inggris ?" Saya menjawab "berminat". Tapi seberapa kuat minat itu, dibuktikan melalui praktik. Sang mertua berusaha membimbing saya untuk belajar bahasa Inggris dan memberikan saya banyak buku-buku bahasa Inggris. Tapi setelah 10 tahun kemudian, satu bab pun belum selesai dipelajari. Hal yang sama ketika saya memberikan buku-buku ilmu logika pada teman dan sahabat. Buku itu saya buat dengan semangat dan cinta, serta menganggapnya berharga, sehingga ketika dihadiahkan menggapnya sebagai hadiah berharga. Tapi tidak demikian pandangan teman saya itu, setelah tiga bulan kemudian saya melihat di rak buku dia, buku itu masih terbungkus plastiknya. Artinya dia tidak membaca sama sekali buku ilmu logika yang saya berikan. Jadi, apa yang saya minati belum tentu diminati orang lain, apa yang saya anggap penting untuk dipelajari belum tentu penting menurut orang lain. Artinya, sebelum seseorang sungguh berkehendak, sebelum seseorang menjadi murid, maka proses belajar mengajar akan menjadi proses yang sangat sulit. Setelah seseorang menjadi murid, proses belajar menjadi proses yang mudah. Adapun minat dan kehendak masing-masing orang itu tidak harus sama dan tidak dapat dipaksakan. Saya dapat berusaha membantu tumbuh kembangnya minat orang lain pada bidang yang saya minati, yaitu ilmu logika. Jika tidak, saya dapat menunggu atau mencari orang-orang yang memiliki kesamaan minat dan kehendak itu, sehingga disitu akan terbentuknya komunitas berdasarkan kesamaan hobi.

Penulis: Kang Asep
diolah: Admin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Download File Ngaji Filsafat Dr. Fahruddin Faiz

Ngaji Filsafat Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag Channel YouTube:  Media Koenjti https://www.youtube.com/c/miftahkoentji Caranya: 1. tekan tombol Ctrl dan klik setiap judul yang ada di bawah ini 2. selanjutnya akan mengarah ke browser pada /pc anda 3. klik download untuk mendapatkan file WinRar 4. jika ada password-nya ialah: “ mediakoentji ” Pengantar Filsafat Pengenalan Epistemologi Epistemologi Teori Kebenaran Skeptisisme Common Sense Epistemologi Sosial Logika Logika II Logika III Hermeneutika Hermeneutika II Ontologi Materialisme Materialisme Historis Idealisme Dualisme Idealisme II Pluralisme Etika Sistem-sistem Etika Egoisme-Altruisme Etika Nikomanea Aristoteles Religious Ethic Ghazali Etika Situasi Dasar-dasar Estetika Teori-teori Estetika Estetika dan Agama Romantisisme Romantisisme II Eksistensialisme Søren Kierkegaard Eksistensialisme Friedrich Nietzsche Eksistensialisme Jean Paul Sartre (No Record) Eksistensialis

Free Download Kitab-Kitab Ulama Nusantara

KH. Hasyim Asy'ari PDF FREE DOWNLOAD Koleksi Kitab-kitab Ulama Haramain dan Nusantara KH. Hasyim Asy’ari: Pengabdian Seorang Kyai untuk Negeri Siyar wa Tarajim Imta’u Fudlala Nastr al-Jawahir al-A’lam Zirikli Rihlah Ibnu Batutah Faidl Malik Wahhab A’lam al-Makkiyin dan puluhan kitab lainnya UNDUHFILE-NYA DI SINI

Falsafah Hidup: Filsafat Pernikahan

FILSAFAT PERNIKAHAN Disarikan dari Ngaji Filsafat yang diampu oleh Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag. Rabu, 31 Juli 2019. Fahruddin Faiz malam ini membahas tema terakhir dari tema Falsafah Kehidupan, yaitu filsafat pernikahan. Di awal membahas bagaimana Islam memberikan status hukum tentang pernikahan atau nikah. Ada lima madzhab yang masyhur atau terkenal memberikan status hukum tentang nikah yaitu: Wajib. Wajib bagi setiap muslim untuk menikah, hukum ini menurut Daud Adz-Dzahiri. Sunnah, bahwa menikah itu sunnah artinya boleh dan mendapat pahala atau ganjaran. Hal ini menurut tiga madzhab yaitu, maliki, Hambali, Hanafi. Mubah. Bahwa menikah itu hukumnya mubah atau boleh saja, sama seperti hukum makan dan minum. Maka jangan heran jika ada beberapa ulama atau ilmuan memilih tidak menikah karena fokus belajar dan menikmati proses mendapatkan ilmu. Dalam kondisi tertentu hukum menikah itu makruh, seperti seseorang yang tidak tahan untuk menyalurkan hubungan biolo