Langsung ke konten utama

Memahami Keyakinan, Konsepsi dan Proposisi



Oleh: Kang Asep

Tujuan :
Mempelajari tentang bagaimana keyakinan terbentuk melalui penetapan klasifikasi dan definisi
-----------------
Berdasarkan sudut pandang ilmu logika, keyakinan itu terletak di antara klasifikasi dan defnisi, sehingga keyakinan terbentuk dengan cara itu, yaitu pertama dia menetapkan klasifikasi sesuatu, dengan cara itu terbentuk keyakinan dan definisi, Atau yang kedua, menetapkan definisi, sehingga terbentuk keyakinan dan klasifikasi.
Contoh pernyataan.
"Setiap filsafat adalah ilmu". Apakah Anda sudah memiliki keyakinan tentang pendapat ini ? jika belum, maka bagaimana Anda akan mendapatkan keyakinan bahwa itu benar atau salah ? Berikut adalah cara saya membentuk keyakinan, mulai dari mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

1. Apakah benar setiap filsafat itu ilmu ?
2. Adakah contoh filsafat yang tidak termasuk ilmu ?
3. Apakah benar setiap ilmu itu filsafat ?
4. Adakah contoh ilmu yang bukan termasuk filsafat ?

Counter Example
----------
1. Jika ditemukan satu saja contoh filsafat yang tidak termasuk ilmu, maka gugurlah kebenaran bahwa "Setiap filsafat itu ilmu" dan yang benar adalah "Sebagian filsafat bukan ilmu".
2. jika ditemukan satu saja contoh ilmu yang tidak termasuk [Filsafat], maka gugurlah kebenaran bahwa "setiap ilmu adalah filsafat" dan yang benar adalah "sebagian ilmu bukan filsafat"
---------------

Namun, apakah contoh-contoh tersebut dapat ditemukan ? Dari [Empat Proposisi] yang dipertanyakan kebenarannya, apakah Anda mengetahui jawabannya ? Apakah Anda mengetahui mana yang benar dan mana yang salah ? Ataukah Anda ragu tentang itu ? atau, apakah Anda tidak tahu sama sekali ? Anda dapat menetapkan keyakinan Anda pada empat propsisi berikut.

1. Setiap ilmu adalah filsafat (benar, salah, ragu, tidak tahu)
2. Sebagian ilmu bukanlah filsafat (benar, salah, ragu, tidak tahu)
3. Setiap filsafat adalah ilmu (benar, salah, ragu, tidak tahu)
4. sebagian filsafat bukanlah ilmu (benar, salah, ragu, tidak tahu)

Contoh jawaban saya :
1. Setiap ilmu adalah filsafat (salah)
2. Sebagian ilmu bukanlah filsafat (benar)
3. Setiap filsafat adalah ilmu (benar)
4. sebagian filsafat bukanlah ilmu (salah)

Bagaimana saya dapat menetapkan keyakinan seperti itu ? Keyakinan dapat ditetapkan secara subjektif, yang berarti penetapkan klasifikasi, mana yang benar dan mana yang salah dapat ditentukan secara sembarang yang penting konsisten dengan keyakinan itu. Misalnya dengan membenarkan proposisi no. 1 dan 2, berarti inkonsisten. Sedangkan membenarkan no.1 dan 3 bukannlah tidak konsisten.
Saya juga dapat menetapkan keyakinan dengan Counter Example, yaitu satu saja contoh yang dapat menggugurkan peniapan. Contohnya Matematika, Sains dan Fisika bukanlah termasuk filsafat, sehingga proposisi no. 1 tidaklah benar. jika propsisi 1 salah, maka proposisi No. 2 pastilah benar. Adapun untuk contoh filsafat yang tidak termasuk ilmu tidak ditemukan, sehingga saya dapat menetapkan keyakinan bahwa seluruh filsafat adalah ilmu. Jika suatu hari ditemukan contoh filsafat yang tidak termasuk ilmu, maka keyakinan "setiap filsafat adalah ilmu" harus diubah menjadi "sebagian filsafat bukanlah ilmu". Karena saya tidak dapat meyakini kebenaran sesuatu yang sudah jelas ditemukan contoh yang mengkounternya dan tidak dapat membenarkan sesuatu hanya karena "mungkin" ada contohnya.

Mengupas soal "contoh yang mungkin ada", saya coba gambarkan dengan kasus "kambing bersayap" berikut.

E. Setiap kambing tidak bersayap
I. sebagian kambing bersayap
Saya menetapkan keyakinan bahwa "setiap kambing tidak bersayap" (E). Karena seperti demikian sebagaimana saya saksikan atas semua kambing yang pernah saya lihat. Misalnya ada orang yang berkata,"Kamu tidak menemukan contoh kambing yang bersayap bukan berarti kambing bersayap itu tidak ada. Mungkin saja di alam semesta yang maha luas ini, ada sesekor kambing yang bersayap." Maka saya akan katakan, "Logika tidak bekerja di atas kemungkinan-kemungkinan, melainkan dari apa yang pasti. saya tidak berbicara tentang seekor kambing yang tidak pernah saya lihat, melainkan tentang seluruh kambing yang telah saya lihat. Jadi, saya pastikan, dari seluruh kambing yang pernah saya lihat, tidak seekorpun yang bersayap. Jika kamu mengatakan bahwa kamu pernah melihat seekor kambing yang bersayap, maka jika saya percaya dengan kejujuranmu, maka pastilah saya mengubah keyakinan saya dan menyatakan bahwa sebagian kambing itu bersayap. Tapi jika saya tidak mengubah keyakinan saya, berarti saya tidak mempercayai kejujuranmu." Ini menunjukan bahwa keyakinan saya berpijak pada contoh-contoh yang jelas ada, bukan pada contoh yang mungkin ada, dan bukan contoh yang telah ditemukan orang lain.
Kembali kepada kasus "ilmu dan filsafat", contoh yang jelas ada itu menunjukan "seluruh filsafat adalah ilmu". Sedangkan contoh yang mungkin ada itu tidak menunjukan apapun.
Sampai di sini, keyakinan-keyakinan dapat ditetapkan berdasarkan contoh-contoh dan klasifikasi dan tidak menggunakan definisi. Matematika diklasifikasikan kepada "non Filsafat", tapi belum didefinisikan apa itu "Filsafat", sehingga matematika tidak dapat dijadikan sebagai contoh filsafat ? Lalu apa itu ilmu, sehingga filsafat apapun lalu diklasifikasikan kepada ilmu ? Keyakinan itu berada di antara klasifikasi dan definisi. Karena itu, keyakinan dapat ditetapkan melalui cara mana saja, melalui klasifikasi ataupun definisi. Ada dan tidak adanya contoh bergantung kepada definisi yang telah ditetapkan. Jika "kucing" didefinisikan sebagai "hewan berbulu hitam", maka tidak akan pernah dapat ditemukan satupun contoh adanya kucing berbulu putih. Jika saya mendefinisikan bahwa filsafat adalah setiap hal yang dapat dipikirkan manusia, maka saya tidak akan dapat menemukan satupun contoh ilmu yang tidak termasuk filsafat. Tapi karena saya telah menetapkan keyakinan "sebagian ilmu bukan filsafat", maka definisi tadi tidak dapat digunakan. Ini menunjukan klafisikasi dan keyakinan yang ditetapkan itu menentukan mana definisi yang harus digunakan atau sebaliknya, definisi mana yang digunakan itu menentukan bagaimana klasifikasi harus ditetapkan. Dengan cara demikianlah keyakinan dibentuk.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Download File Ngaji Filsafat Dr. Fahruddin Faiz

Ngaji Filsafat Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag Channel YouTube:  Media Koenjti https://www.youtube.com/c/miftahkoentji Caranya: 1. tekan tombol Ctrl dan klik setiap judul yang ada di bawah ini 2. selanjutnya akan mengarah ke browser pada /pc anda 3. klik download untuk mendapatkan file WinRar 4. jika ada password-nya ialah: “ mediakoentji ” Pengantar Filsafat Pengenalan Epistemologi Epistemologi Teori Kebenaran Skeptisisme Common Sense Epistemologi Sosial Logika Logika II Logika III Hermeneutika Hermeneutika II Ontologi Materialisme Materialisme Historis Idealisme Dualisme Idealisme II Pluralisme Etika Sistem-sistem Etika Egoisme-Altruisme Etika Nikomanea Aristoteles Religious Ethic Ghazali Etika Situasi Dasar-dasar Estetika Teori-teori Estetika Estetika dan Agama Romantisisme Romantisisme II Eksistensialisme Søren Kierkegaard Eksistensialisme Friedrich Nietzsche Eksistensialisme Jean Paul Sartre (No Record) Eksistensialis

Free Download Kitab-Kitab Ulama Nusantara

KH. Hasyim Asy'ari PDF FREE DOWNLOAD Koleksi Kitab-kitab Ulama Haramain dan Nusantara KH. Hasyim Asy’ari: Pengabdian Seorang Kyai untuk Negeri Siyar wa Tarajim Imta’u Fudlala Nastr al-Jawahir al-A’lam Zirikli Rihlah Ibnu Batutah Faidl Malik Wahhab A’lam al-Makkiyin dan puluhan kitab lainnya UNDUHFILE-NYA DI SINI

Falsafah Hidup: Filsafat Pernikahan

FILSAFAT PERNIKAHAN Disarikan dari Ngaji Filsafat yang diampu oleh Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag. Rabu, 31 Juli 2019. Fahruddin Faiz malam ini membahas tema terakhir dari tema Falsafah Kehidupan, yaitu filsafat pernikahan. Di awal membahas bagaimana Islam memberikan status hukum tentang pernikahan atau nikah. Ada lima madzhab yang masyhur atau terkenal memberikan status hukum tentang nikah yaitu: Wajib. Wajib bagi setiap muslim untuk menikah, hukum ini menurut Daud Adz-Dzahiri. Sunnah, bahwa menikah itu sunnah artinya boleh dan mendapat pahala atau ganjaran. Hal ini menurut tiga madzhab yaitu, maliki, Hambali, Hanafi. Mubah. Bahwa menikah itu hukumnya mubah atau boleh saja, sama seperti hukum makan dan minum. Maka jangan heran jika ada beberapa ulama atau ilmuan memilih tidak menikah karena fokus belajar dan menikmati proses mendapatkan ilmu. Dalam kondisi tertentu hukum menikah itu makruh, seperti seseorang yang tidak tahan untuk menyalurkan hubungan biolo